Suryajagad.Com
- Rasio kita (alias akal) sangat terbatas kemampuannya. Tapi
seringkali kita menyerahkan keputusan-keputusan penting hidup kita pada
kekuatannya yang terbatas itu. Logika akal sering disebut logika bumi,
yang mendasarkan mekanismenya pada hukum 'ilmu pengetahuan alam' yang terlihat,
teraba, terdengar oleh panca indera kita. Jadi ketika segala sesuatu telah kita
pikirkan, laksanakan sesuai logika tapi hasilnya tidak logis
Logika bumi berpendapat 10,000
rupiah dikurangi 1,000 sisanya 9,000 rupiah. Adapun logika langit berkata
10,000 rupiah dikurangi 1,000 sisanya 9,000 rupiah plus janji Allah membalas
yang 1,000 rupiah dengan 10 kali lipatnya hingga 700 kali lipat, berdasarkan
kadar iklasnya.
Jadi ada baiknya kita mengenal logika langit, logika yang tak hanya mengandalkan kekuatan akal kita yang terbatas. Logika yang mengajak serta kemahakuasaan Allah atas hukum alam yang tak terlihat, seperti energi yang mengatur matahari, bumi dan bulan tetap berotasi pada porosnya. Jadi memang akal kita bukan satu-satunya alat untuk mencerna semesta.
Satu lagi yang terpenting adalah iman. Saat akal tak menjangkau, iman menyelamatkan kita dari stres. Saat logika diputar balik, iman menjernihkan. Iman juga memampukan kita untuk terus berjalan saat akal memberitahukan kita untuk berhenti dan menyerah kalah. Kombinasi antara logika bumi dan logika langit akan menjadi kunci untuk memenangkan pertarungan pada diri sendiri dalam mengarungi kehidupan fana ini.
Jika kita memenangkan ruh sejati atas dunia, maka dunia dengan perangkat akalnya akan tunduk mengikuti keinginan kita, dengan ijin kuasa-Nya. Saat itulah kehidupan sesungguhnya dimulai, saat kita berfikir, bekerja, berbuat sebagai perpanjangan kehendak-Nya. Dan alam semesta akan mengantarkan kita mewujudkan impian terbesar kita.
Jadi ada baiknya kita mengenal logika langit, logika yang tak hanya mengandalkan kekuatan akal kita yang terbatas. Logika yang mengajak serta kemahakuasaan Allah atas hukum alam yang tak terlihat, seperti energi yang mengatur matahari, bumi dan bulan tetap berotasi pada porosnya. Jadi memang akal kita bukan satu-satunya alat untuk mencerna semesta.
Satu lagi yang terpenting adalah iman. Saat akal tak menjangkau, iman menyelamatkan kita dari stres. Saat logika diputar balik, iman menjernihkan. Iman juga memampukan kita untuk terus berjalan saat akal memberitahukan kita untuk berhenti dan menyerah kalah. Kombinasi antara logika bumi dan logika langit akan menjadi kunci untuk memenangkan pertarungan pada diri sendiri dalam mengarungi kehidupan fana ini.
Jika kita memenangkan ruh sejati atas dunia, maka dunia dengan perangkat akalnya akan tunduk mengikuti keinginan kita, dengan ijin kuasa-Nya. Saat itulah kehidupan sesungguhnya dimulai, saat kita berfikir, bekerja, berbuat sebagai perpanjangan kehendak-Nya. Dan alam semesta akan mengantarkan kita mewujudkan impian terbesar kita.
Terkadang kita sudah mengaku
berlogika langit namun pada hakekatnya masih berlogika bumi. Besedekah dengan
jumlah luar biasa banyaknya, tapi berharap-harap cemas, bahkan marah-marah jika
tidak ada balasan dari Allah secara kontan dikemudian hari. Padahal balsan itu
bisa berupa, terjauhnya kita dari marabahaya, rizki non-cash atau Allah
menyimpanya untuk kemudian diberikan di akherat kelak. (Byaz)
Posting Komentar