Ngawi-Bagaimanapun
prinsip tauhid tidak bisa dipisahkan dari ajaran islam, karena tauhid adalah
inti ajaran ini, bahkan islam itu sendiri. Allah Subhanahu Wa Ta’aala
berfirman;
“Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara
kami dan kalian, bahwa kita tidak beribadah kecuali kepada Allah dan kita tidak
persekutukan Dia dengan suatu apa pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai rabb-rabb selain Allah. Jika mereka berpaling maka
katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang
muslim (berserah diri kepada Allah)”. (QS. 3:64)
Ayat ini menerangkan
bahwa orang yang menjadikan tauhid sebagai agamanya adalah orang yang berhak
menyandang gelar sebagai seorang muslim, bukan orang yang menolaknya. Karena
menolak tauhid sama saja menolak Islam sebagai agamanya. Dan orang yang
menerima tauhid sebagai ajarannya akan mendapatkan keuntungan-keuntungan yang
telah Allah Subhanahu Wa Ta’aala janjikan kepadanya.
Tauhid secara bahasa
adalah bentuk masdar dari kata 'wahhadayuwahhidu' atau menjadikan sesuatu hanya
satu. Tauhid tidak akan terealisasi kecuali dengan menolak dan menegaskan,
yaitu menolak hukum selain yang satu dan menegaskannya.
Misalnya kita katakan,
'tidak sempurna tauhid seseorang hingga dia bersaksi tidak ada Tuhan selain
Allah,' maka dia menolak tuhan-tuhan selain Allah dan hanya menegaskan Allah
semata sebagai Tuhan. Penolakan yang utuh berarti pengabaian secara utuh dan
penegasan secara utuh, berarti tidak memberikan ruang bagi yang lain untuk
terlibat dalam hukum, atau bahwa tidak ada hukum yang haq didunia ini selain
hukum Allah dan RasulNYA. Itulah hakekat tauhid dalam realitas, atau tauhid
tidak akan terjadi hingga mengandung unsur penolakan dan penegasan. (Tri Warjoko)
Redaksi@Suryajagad.Com
Redaksi@Suryajagad.Com
Posting Komentar