Suryajagad.com - Dalam
realitas sosial, ditemukan adanya tradisi masyarakat jawa, jika ada keluarga
yang meninggal, malam harinya banyak sekali para tamu yang bersilaturrahim,
baik tetangga dekat maupun jauh. Mereka semua ikut bela sungkawa atas segala
yang menimpa, sambil mendoakan orang yang meninggal dan keluarga yang
ditinggalkan.
HaL
tersebut berlaku bagi kaum Nahdliyyin sampai pada hari ke-tujuh, sebab
disamping bersiap menerima tamu, sanak keluarga, handai tolan, dan kerabat
dekat, mereka mengadakan doa bersama melalui bacaan-bacaan kalimat Hayyibah,
seperti bacaan Yasin, Tahlil, Tahmid, Istighatsah dan diakhiri dengan membaca
doa yang dikirimkan kepada yang sudah meninggal dunia.
Sedang
persoalan ada dan tidaknya hidangan makanan, bukan hal penting, tapi
pemanfaatan pertemuan majlis Silaturrahim seperti ini, akan terasa lebih
berguna jika diisi dengan berdzikir bersama. Sayang, bagi orang-orang awam yang
kebetulan dari keluarga kurang mampu, memandang sajian makanan sebagai suatu
keharusan untuk disajikan kepada para tamu, padahal substansi bacaan tahlil dan
doa adalah untuk menambah bekal bagi mayit.
Kemudian,
peringatan demi peringatan itu menjadi tradisi yang seakan diharuskan, terutama
setelah mencapai 40 hari, 100 hari, setahun (Haul), dan 1000 hari. Semua
itu berangkat dari keinginan untuk menghibur pada keluarga yang ditinggalkan,
dan sekaligus ingin mengambil i’tibar bahwa kita juga akan menyusul (mati) di
kemudian hari.
Selanjutnya,
dari tradisi seperti itu, muncul persoalan di tengah masyarakat tentang:
- Bagaimana hakikat yang sebenarnya hukum acara selamatan yang dalam tradisinya ditentukan hari dan jumlahnya seperti itu?
- dasar apa yang bisa dijadikan sebagai landasan amaliyahnya:
Hukum
Selamatan 3, 7, 40, dan 100 Hari dan Landasan Amaliyahnya
Dengan
adanya deskripsi tentang prosesi selamatan dalam upaya mendo’akan orang yang
meninggal-dunia seperti tersebut, maka hukum mendo’akan orang yang sudah
meninggal-dunia (dalam wujud do’a bersama setelah membaca bacaan kalimat
Thayyibah atau surat yasin) adalah disunnahkan begitu juga hukum bersedekah (dalam wujud
selamatannya) dan bersilaturrahim (dalam wujud kumpul bersama di rumah duuka).
Hal ini berdasarkan hadist Nabi SAW sebagai berikut:
Hadist
riwayat Imam Muslim:
“Dari Abi Dzarr, ada beberapa sahabat berkata
kepada Nabi SAW: ‘Ya Rasulullah, orang-orang kaya itu mendapatkan suatu pahala,
(padahal) mereka shalaat seperti kami, mereka puasa seperti kami, mereka
bersedekah dengan kelebihan harnta kekayaannya, lalu Nabi SAW menjawab:
‘Bukankah Allah SWT sudah menyediakan untuk kamu sekalian sesuatu yang dapat
kamu sedekahkan…? Sesungguhnya setiap satu bacan Tasbih (yang telah kamu baca)
merupakan sedekah, dan setiap takbir merupakan sedekah dan setiap bacaan Tahmid
juga merupakan sedekah, dan setiap Tahlil merupakan sedekah”. HR. Muslim.
Hadist
riwayat Imam Ahmad
“Dari ‘Amr bin ‘Asabah, beliau berkata: ‘Aku
mendatangi Rasulullah SAW, lalu aku bertanya: Ya Rasulullah, apakah islam
itu?beliau menjawab: bertutur kata yang baik dan menyuguhkan suatu makanan”. HR. Ahmad.
Hadist
Riwayat Imam Turmudziy, yaitu:
“Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya ada seorang
laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku
sudah meninggal dunia, apakah ada manfaatnya jika aku bersedekah untuknya?
Beliau menjawab Iya, lalu lelaki tersebut berkata: ‘Aku memiliki sebidang
tanah, maka aku persaksikan kepadamu bahwa aku akan mensedekahkan kebun tersebut
atas nama ibuku”. HR. Turmudziy.
Dengan demikian, maka hokum bersedekah yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal dunia itu diperbolehkan. Begitu juga hokum peringatan hari ke 3, 7, 40, 100, setahun, 1000 hari, yaitu diperbolehkan.(Byaz)
Dengan demikian, maka hokum bersedekah yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah meninggal dunia itu diperbolehkan. Begitu juga hokum peringatan hari ke 3, 7, 40, 100, setahun, 1000 hari, yaitu diperbolehkan.(Byaz)
SILAHKAN TAYANGAN LIVE PROSESI PERINGATAN TUJUH HARI ORANG MENINGGAL(KLIK DI SINI)
Posting Komentar