Suryajagad.com - Alkisah, negeri “antah berantah”
makin resah oleh naiknya suhu percaturan politik dalam perpolitikan
catur saat bidak-bidak berkompetisi promosi menjadi raja. Kegelisahan
bertambah-tambah karena tingkah ‘para perwira’ semakin hilang arah dari
tuntunan pakem lakon sejarah. Gajah-gajah, kuda-kuda, benteng-benteng dan menteri-menteri, aktor
utama perpolitikan catur politik makin menggelitik sekaligus membuat
bulu kuduk bergidik.
Republik-demokratik yang mestinya identik dengan
daulat rakyat-mayoritas rakyat-wong cilik dibolak-balik di atas papan polemik, intrik dan konflik elit politik. Kisah politik. Kaum elit polahe pletak-pletik, kaum alit-kecil pol-polane ngitik, ujung-ujungnya cuma mengekor saja.
Republik seharusnya res-publica, rakyat berdaulat-kuasa, bukan papan terbuka segelintir elit untuk perebutan tahta dan harta. Demokrasi seharusnya demos-cratein,pemerintahan daulat rakyat, bukan demo-kreasi, ajang adu-rekayasa berongkos raksasa dengan menghamburkan uang negara, menggeser hak rakyat untuk sejahtera.
Alhasil, pesta demokrasi republik akhirnya menjadi pesta demon-crazy dalam repot-publik,
‘setan-setan’ berpesta menggila, merepotkan dan menguras deposit energi
negeri triliunan kalori perhari. Hari-hari publik semakin pelik,wong cilik semakin tercekik, rakyat senen-kemis di ambang putus asa, lalu harus bagaimana?
Masa depan suram, akhirnya harapan ‘terpaksa’ bertumpu pada mitos, kisah, pekabaran silam dan legenda, bahwa “Satrio Piningit akan datang di ujung zaman sebagai Ratu Adil, utusan
dewa batara juru selamat umat manusia.
Tanpa harapan, bagaimana
spesies manusia akan bertahan dalam seleksi alam dalam pertarungan
peradaban? Ini hanya sepenggal kisah, tapi apa bedanya kisah dengan
sejarah? Bukankah sejarah dan pahlawan hanyalah kumpulan kisah heroik
sebuah bangsa, gabungan antara kejadian nyata atau legenda, plus sedikit
rekayasa ‘juru tulis’ penguasa lalu diresmikan di kitab-kitab tebal
perpustakaan nasional? Dalam sejarah ada kisah, dalam kisah ada sejarah,
percampuran mitos, gugon tuhon,
fakta, obsesi, teori dan filosofi yang dikemas brilian untuk kemudian
dijadikan panduan ber-tata masyarakat, tata bangsa dan tata negara.
Angka-angka selalu menyimpan rahasia. 7
hari dalam sepekan, 7 lapis langit dan bumi, 7 warna pelangi, 7 rongga
tubuh utama, 7 jam ideal waktu kerja, 70 tahun usia rata-rata manusia,
70.000 malaikat penjaga. 7 keajaiban alam tak henti mengundang pesona.
7
abad siklus revolusi peradaban dunia, pencerahan Isa Al-Masih awali
Masehi, revolusi jahiliyyah abad ke-7 Jazirah Arabia, revolusi industri abad ke-14 Eropa, dan konon akan
menyala api revolusi peradaban abad ke-21 di bumi Timur. Lalu dikaitkan
dengan kejayaan nusantara 700 tahun silam, Majapahit era Gajah Mada.
Kini, NKRI akan memasuki usia 70 tahun pada 2015. Langkah-langkah kaki
presiden RI 1 ke 7 makin nyaring terdengar menuju singgasana.
Ramalan Jangka Jayabaya mengingatkan. 7 Satrio piningit Ronggowarsito dikabarkan: Satrio
Kinunjoro Murwo Kuncoro, Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar, Satrio
Jinumput Sumelo Atur, Satrio Lelono Topo Ngrame, Satrio Piningit Hamong
Tuwuh, Satrio Boyong Pambukaning Gapuro dan Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu. 6 dari 7 satrio berurutan ditafsirkan. Bung Karno, Pak Harto, Habibie, Gus Dur, Mbak Mega, dan SBY. Tinggal satu lagi, satrio piningit ke-7, Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu, sang Ratu Adil RI-1 niscaya ‘naik tahta’ pada pilpres 2014 mendatang. Siapakah gerangan dia, adakah bisa dikenal ciri-cirinya?
Digambarkan oleh R. Ng. Ronggowarsito, “Ratu Adil” atau “Satrio Piningit" ksatria
tersembunyi memiliki segala sifat adil-ideal pemimpin, tokoh suci
bagaikan bunga teratai putih yang harum semerbak, laksana bunga pandan
tersembunyi di kelebatan daunnya.
Keadilan dan kebijaksanaannya bisa
diterima semua kalangan, rakyat dan para pembesar lapang dada menerima
segala keputusannya dan tunduk terhadap perintahnya. Dia adalah tokoh pemimpin religius, Resi Begawan(Pinandito), senantiasa bertindak atas dasar hukum Tuhan, dan ia akan membawa Nusantara menuju kejayaa, gemah ripah loh jinawi toto titi tentrem kertoraharjo, melimpah sumber daya alam dan subur-makmur, aman, tentram, dan sejahtera?
Siapakah gerangan dia sang satrio piningit itu?
Mencermati perkembangan terkini, mungkinkah dia adalah 1 dari 7 satrio
yang diusung oleh 7 parpol? Mungkinkah dia Hatta Rajasa (PAN), Kristiani
Yudhoyono (Demokrat), Aburizal Bakrie (Golkar), Prabowo Subianto
(Gerindra), Wiranto (Hanura), Megawati Soekarnoputri (PDIP) atau Surya
Paloh (Nasdem)? Adakah di antara mereka yang memenuhi kriteria
sebagaimana sekilas disifatkan di atas? Jawabannya cukup di simpan dalam
renungan saja.
Mungkinkah dia adalah 1 dari 7 kandidat alternatif ini? Sri
Mulyani Indrawati, Yusuf Kalla, Hidayat Nur Wahid, Suryadarma Ali,
Muhaimin Iskandar, Sri Sultan Hamengkubowono X atau Puan Maharani?
Pertanyaan yang sama, jawaban yang sama. Ataukah dia muncul dari calon
independen, kuda hitam dan bukan orang politik? Ada Dahlan Iskan,
Jokowi, Mahfud MD, Soekarwo, Djoko Suyanto, Fadjroel Rahman atau K.H.
Abdullah Gymnastiar? Pertanyaan dan jawaban yang masih sama.
Tak ada jawaban jelas dan pasti. Yang jelas dan pasti, satrio piningit adalah ksatria terpingit, alias disembunyikan. Bisa benar-benar tersembunyi dan baru muncul pada detik-detik akhir jejer pengantin di
pelaminan singgasana, atau bisa juga secara simbolik sebagai kuda
hitam, sudah dikenal tapi tidak diprediksi bakal naik tahta, seperti
kemunculan SBY pada pilpres 2004.
Bukankah pahlawan adalah produk
sejarah yang muncul dari persilangan ruang-waktu dalam ketepatan
momentum secara kebetulan? Atau kadang mutlak merdeka dari campur tangan
ruang-waktu lalu muncul sebagai kebenaran? Misteri selalu menjadi
misteri, seperti misterinya angka 7 dalam berbagai peristiwa di alam
semesta.
Yang penting, kisah satrio piningit, Ratu Adil, dan misteri angka 7 cukuplah sebagai renungan bersama untuk tidak mengulang cerita “Republik Burnaskopen dan Sindroma Mpu Gandring” kisah ketidaksabaran manusia dalam perebutan tahta yang akhirnya
merenggut 7 nyawa aktor utama politik akibat kutukan. Blunder sejarah
selalu berujung petaka.
Biarlah kisah dan sejarah berjalan sesuai alur
yang fitrah. Diterima atau disanggah
ia tetap khazanah hikmah, ‘pesan langitan’ bahwa bumi pertiwi sedang
meresah-gelisahkan poros roda republik yang makin menyimpang dari track sejarah.
Dalam ‘pertarungan’ politik sebagai konsekuensi logis dari pilihan berdemokrasi, satrio piningit akan lebih logis-demokratis jika dimaknai sebagai satrio pinilih, pemimpin terbaik hasil pemilihan, penyulingan saripati cratein-publica-rakyat. Thomas Jefferson menafsir demokrasi sebagai ‘agama publik’, bonum commune-publicum,
suara rakyat adalah suara Tuhan. Untuk sekali saja biarkan Tuhan
berbicara dengan bahasa Indonesia lewat nilai-nilai luhur demokrasi
Pancasila.
Siapapun dia yang akhirnya ‘naik tahta,’ semua ‘wajib ‘ain untuk legowo menerima keputusan Tuhan memingit dan memilih pemimpin bangsa. Tentunya Dia tidak akan salah pilih, dan tentunya sang ratu adil akan
benar-benar menjadi ratu yang adil, menegakkan keadilan, mengembalikan
hak-hak rakyat yang bertahun-tahun terlunta-lunta, dan menghukum para
durjana yang sekian lama menghisap darah orang-orang tak berdosa.
Sembari menunggu waktu berlalu, semua bisa ber-introspeksi-muhasabah agar tidak mengulang blunder sejarah, belajar menempa kearif-bijaksanaan dalam mempersiapkan dan menentukan pilihan. Memingit satrio piningit dan memilih satrio pinilih dengan hati bersih, melangkah dan meraih tahta ratu adil dengan
cara-cara adil. Masa depan Indonesia tergantung dari pilihan setiap
jiwa manusia Indonesia. Mungkin misteri akan mulai terkuak 777 hari
lagi, di akhir bulan 7 pada 2014 nanti, di mana masa depan bangsa
dipertaruhkan.
Akhir kisah, biarlah sejarah
menjadi sejarah, akankah kembali hadir di sini kejayaan nusantara, atau
menunggu 70 tahun lagi pada putaran kisah sejarah 7 satrio piningit jilid
dua, waktu yang akan berbicara. Atau mungkin menanti 700 tahun lagi
dalam siklus revolusi peradaban dunia selanjutnya di abad ke-28, itupun
kalau ‘tuan rumah’ belum berpindah ke Afrika.
Semua hanya bisa berharap,
semoga sejarah tidak berakhir sebagai sekedar kisah negeri “antah-berantah”,
ketika sekelompok makhluk luar angkasa menggali situs purbakala dalam
observasi dunia di tahun 90012, terbaca dalam sekelumit berita di media
alam semesta, bahwa, “Di tanah ini, 70.000 tahun silam pernah berdiri
sebuah negara demokrasi dengan nama, Republik Indonesia. (Sumber kompasiana.com)…
Posting Komentar