Ngawi- Gotong Royong merupakan suatu kegiatan sosial yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia dari jaman daulu kala hingga saat ini. Rasa kebersamaan ini muncul, karena adanya sikap sosial tanpa pamrih dari masing-masing individu untuk meringankan beban yang sedang dipikul.
Tidak hanya dipedesaan bisa kita
jumpai sikap gotong royong,melainkan di daerah perkotaan pun bisa kita jumpai
dengan mudah. Karena secara budaya, memang sudah di tanamkan sifat ini sejak
kecil hingga dewasa.
Karena ini merupakan salah satu
cermin yang membuat Indonesia bersatu dari sabang hingga merauke,walaupun
berbeda agama,suku & warna kulit tapi kita tetap menjadi kesatuan yang
kokoh.Inilah alah satu budaya bangsa yang membuat Indonesia,di puja & puji
oleh bangsa lain karena budayanya yang unik & penuh toleransi antar sesama
manusia.
Seperti yang terjadi di Desa
Banjaransari Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi Minggu (27/10/2013) kerukanan ,
kebesamaan masih terjaga dalam membantu salah satu tetangga untuk memperbaiki
rumah. Yanto (38) warga desa
Banjaransari yang hari ini membongkar
rumahnya tanpa mengenal pamrih semua tetangga sekitara tanpa di beritahu semua
datang bahu membahu membantu pembongkaran rumah tersebut dan untuk ibu-ibunya
juga tidak mau ketinggalan ikut membantu di dapur menyiapkan makanan.
Inilah salah satu ciri khas masyarakat desa yang
dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia adalah gotong-royong atau kalau
dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa
harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau
bahu-membahu meringankan beban tetangganya yang sedang punya “gawe” atau
hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan untuk
membantu orang lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang
lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan
bertambah saudara.
Untuk
menjaga nilai-nilai positif masyarakat pedesaan dan menyaring masuknya
budaya-budaya lain yang kurang cocok, hendaknya pemerintah desa dan tokoh
masyarakat pedesaan berkewajiban untuk mengkampanyekan dan menanamkan
nilai-nilai ”ke’arifan lokal” masyarakat lingkungan desa tersebut. Namun, di
samping itu, keseimbangan perlu dipegang. Oleh karenanya, prinsip ”Memegang nilai-nilai lama yang layak
(Shalih) dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih layak (Ashlah).”
perlu mendapat perhatian.(Byaz)
Redaksi@Suryajagad.Com
Redaksi@Suryajagad.Com
Posting Komentar