BERITA TERBARU
17.00
Perwakilan Rumjase Dari HongKong Santuni Warga Ngawi
Written By Byaz.As on Rabu, 11 Juni 2014 | 17.00
Suryajagad.Net –
Keberadaan warga Ngawi yang hidup 15 tahun di hutan bersama dengan istri dan ke
empat anaknya membuat banyak pihak yang turut prihatin maupun simpati. Terutama
para pahlawan devisa yang berada di Hongkong maupun Taiwan.
Rabu (11/06/2014) Perwakilan
organisasi dakwah rumah jamaa’ah semesta (Rumjase) yang diwakila Hani (30) dan
Bunda Nia (40) datang langsung dari Hongkong untuk melihat kondisi warga Ngawi
tersebut dan menyambangi warga lainnya yang pernah di
bantu Rumjase HongKong Peduli
“ Sungguh ini kenyataan yang
sangat memilukan15 tahun hidup di gubuk seperti ini, tidak terbayangkan
bagaimana rasanya. Awalnya kami melihat tayangan video live dari media
suryajagad.net yang guncang di Hongkong. Hari ini dengan mata kepala sendiri
sungguh ironis, ujar Hany perwakilan Rumjase Hongkong.
Setelah melihat secara langsung
gubuk yang semula ditempati keluarga Sugiono selama 15 tahun rombongan perwakilan
Rumjase Hongkong Peduli menyambangi kediaman dari keluarga Setu warga Dusun
Lengkong Desa Mojo Bringin untuk membesuk dan melihat secara langsung kondisi
Maya yang mengalami sel saraf otak kering dari kecil yang mengakibatkan
kelumpuhan total seluruh anggota badannya.
“ Masya Allah begitu beratnya
ujian yang engkau berikan untuk keluarga ini. Suami mengalami stroke, anak yang
pertama menderita sel saraf otak kering, belum lagi harus merawat anak
kembarnya yang masih usia 4 bulan. Perjuangan ibu Marmi sungguh luar biasa,”
ungkap Bunda Mia .
Sementara itu Hany salah satu
perwakilan Rumjase dari HongKong terpaku dan tak mampu berkata-kata hanya diam
dan tidak hentinya airmata menetes terus. Belum ,kering air mata dari Pahlawan
Devisa tersebut kordinator Rumjase Ngawi yang dipimpin oleh Rayunk Wongawi
mengajak semua rombongan untuk membesuk Lilik gadis asal Desa Kedungprahu yang
15 tahun menderita kelumpuhan total juga seluruh anggota badannya. Bertahan
hidup dengan neneknya sementara ibu Lilik meninggal saat dia belum genap usia 1
tahun dan bapaknya semenjak nikah lagi tidak pernah merawat maupun membesuk.
“ Serasa berhenti detak jantung
dan dada terasa sesak melihat kondisi Lilik, hanya airmata yang mampu mewakili
untuk bicara,” terang Hany.
Kunjungan Perwakilan Rumjase dari
Hongkong selain melihat kondisi secara langsung warga Ngawi yang telah diberi
santunan tahap pertama juga menyalurkan bantuan ketiga keluarga tersebut. (Byaz)
SILAHKAN LIHAT TAYANGKAN LIVE KEGIATAN RUMJASE HONGKONG DI NGAWI KLIK DI SINI
SILAHKAN LIHAT TAYANGKAN LIVE KEGIATAN RUMJASE HONGKONG DI NGAWI KLIK DI SINI
07.00
Memang pada prinsipnya pertanggung jawaban berdasarkan kepada perbuatan individu. Namun perbuatan seseorang bisa memberikan pengaruh dan dampak kepada orang lain. Seorang muslim akan berfikir panjang dan tidak akan meremehkan perbuatannya sekecil apapun apa lagi jika perbuatan tersebut memiliki dampak dan pengaruh terhadap orang lain. Karena dampak dan pengaruh ini bisa berupa pahala atau bahkan dosa.
Menentukan Pilihan Dalam Memilih Pemimpin
Written By Byaz.As on Selasa, 10 Juni 2014 | 07.00
Suryajagad.Net – Pemilihan Presiden dan
wakil Presiden sudah diambang pintu, banyak diantara kita kebingungan untuk
menentukan siapa yang akan dipilih. Namun kita harus berpartisipasi dan
bersikap serius dalam memilih pemimpin. Memilih pemimpin berarti memilih sosok
yang akan menjalankan tugas dan amanah kepemimpinan serta mengelola berbagai
kebijakan, yang selanjutnya akan berdampak terhadap kondisi komunitas yang
dipimpinnya, bisa berdampak positif atau negatif. Dampak positif dan negatif
ini bisa berbuah pahala atau dosa karena bermanfaat atau merugikan orang lain.
Sederhananya, memilih pemimpin bisa berdampak
pahala atau beban dosa, karena ada dampak dari pilihan yang dilakukan
tersebut.Tentu ketentuan pahala dan dosa tersebut menurut ukuran Islam yang
menentukan sebuah amal berbuah pahala atau dosa, seperti sengaja dalam memilih
pemimpin yang membahayakan sementara ada pemimpin yang lebih baik, perbuatan
tersebut bisa berbuah dosa begitu seterusnya.
Memang pada prinsipnya pertanggung jawaban berdasarkan kepada perbuatan individu. Namun perbuatan seseorang bisa memberikan pengaruh dan dampak kepada orang lain. Seorang muslim akan berfikir panjang dan tidak akan meremehkan perbuatannya sekecil apapun apa lagi jika perbuatan tersebut memiliki dampak dan pengaruh terhadap orang lain. Karena dampak dan pengaruh ini bisa berupa pahala atau bahkan dosa.
Keseriusan dalam memilih pemimpin merupakan
bentuk riil mengaplikasikan kepedulian terhadap kondisi sosial-masyarakat. Menegakkan
kesaksian ada kalanya memerlukan keberanian dan ketegasan.
Dalam konteks pemilihan pemimpin, secara riil
masih sering ditemukan, seseorang yang memberikan “kesaksian” atau suara, atau
bahkan mendustakan “kesaksiannya” lantaran faktor materi yang diraihnya, tanpa
memikirkan tanggungjawab serta dampak dari perbuatannya tersebut. Lantaran uang
atau janji-janji materi lainnya, idealisme dalam memberikan kesaksian bisa
runtuh. Padahal memberikan kesaksian seringkali dianggap hal remeh, sekali
lagi,bisa berdampak terhadap kondisi sosial masyarakat, bahkan lingkup yang
lebih luas lagi.(Byaz)
Label:
regional
16.00
Mengambil Hikmah Disetiap Kejadian
Written By Byaz.As on Minggu, 08 Juni 2014 | 16.00
Suryajagad.Com– Apa yang terjadi dan yang akan terjadi dalam
kehidupan ini semua sudah menjadi kehendak Allah meskipun kita sudah berusaha
semaksimal mungkin untuk menolak sebuah kejadian. Sebut saja Deasy (nama
samaran) gadis manis cantik sholehah tersebut hidup ditengah-tengah keluarga yang saling
mengedepankan rasa kasih sayang dan berprofesi menjadi tenaga medis di salah
satu rumah sakit swasta di Banyuwangi harus rela ususnya dioperasi. Rasa sakit pada usus tersebut sudah lama dirasakan namun selalu diabaikan dan berusaha menyembunyikan
dihadapan orang tuanya.
“ Sebenarnya sudah tahu kalau
rasa sakit di perut itu ada gangguan radang usus namun tidak pernah
terbayangkan kalau separah itu dan harus dioperasi,” terang dokter muda
tersebut.
Ditambahkan,
pada hari Selasa
(06/05/2014) tindakan operasi harus dilakukan sesegera mungkin,
keputusan itu
diambil oleh orang tua, Umi Abi tidak tega mendengar rintihan saat saya
mengerang menjerit kesakitan. Ada momentum yang tidak akan bisa
dilupakan pasca
operasi, ketika kakak kandung yang juga berprofesi menjadi tenaga medis
diluar
kota tiba, dengan berurai air mata, marah, ngomel, menyalahkan. Saat itu
saya
hanya diam dan air mata menetes terus membasahi pipi sambil memandang
wajah
kakak yang juga dibanjiri air mata. Wujud rasa kasih sayang dari seorang
kakak
terhadap adik dengan penuh kekhawatiran,
cemas , panik spontanitas memarahi adiknya yang notabene seorang dokter
sampai
mengabaikan penyakit tersebut ,” jelasnya.
Saat menghubungi media
Suryajagad.net ( 08/06/2014) menuturkan semua kisah perjuangannya untuk melawan
rasa sakit diperut sebelum operasi sampai dengan pasca operasi. Ada hikmah yang
sangat luar biasa diterima pasca opersai tersebut. Namun juga ada rasa kecewa
mendalam dirasakan. Seseorang yang sangat disayangi tidak ada disampingnya.
“ Kecewa marah menangis yang bisa
dilakukan dia orang yang sangat saya sayangi tidak bisa hadir menemani disaat sebelum maupun pasca operasi dengan
dalih kesibukan dan jarak yang jauh. Meskipun begitu perhatiannya tidak lepas dan
untuk menghibur hati berusaha belajar memaklumi keadaanya tapi bagaimanapun tetap kecewa ,”
ungkapnya.
Semua kejadian yang dialami bisa
menjadi pelajaran bahwasanya dalam hidup tidak boleh mengabaikan hal yang
sepele apalagi berkaitan dengan penyakit dan jangan pernah berpikir hidup itu bisa sendiri dan merasa mampu mengatasi semua
permasalahan sendiri. ( Byaz )
Label:
religi
16.36
Membangun Keharmonisan Rumah Tangga
Written By Byaz.As on Sabtu, 07 Juni 2014 | 16.36
Suryajagad.Com - Keharmonisan
rumah tangga adalah bentuk hubungan yang dipenuhi oleh cinta dan kasih,
karena kedua hal tersebut adalah tali pengikat keharmonisan. Kehidupan keluarga
yang penuh cinta kasih tersebut dalam islam disebut mawaddah wa rahmah.
Yaitu keluarga yang tetap menjaga perasaan cinta; cinta terhadap suami/istri,
cinta terhadap anak, juga cinta pekerjaan. Perpaduan cinta suami-istri ini akan
menjadi landasan utama dalam berkeluarga. Islam mengajarkan agar suami
memerankan tokoh utama dan istri memerankan peran lawan yaitu menyeimbangkan
karakter suami. Pembentukan keluarga hendaknya
diniatkan untuk menyelenggarakan kehidupan keluarga yang penuh dengan semangat
mawaddah wa rahmah dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah dan mendambakan
keridhoannya, limpahan hidayah dan taufiq-Nya. Kehidupan keluarga yang didasari
oleh niat dan semangat beribadah kepada Allah, insya Allah keluarga yang
demikian akan selalu mendapat perlindungan dalam mendapatkan tujuan-tujuannya
yang penuh dengan keluhuran.
Senantiasa memelihara janji suci
kedua pasangan yang berlandaskan tuntunan agama. Dalam kehidupannya suami
isteri selalu berdiri pada batasan masing-masing berdasarkan hak dan
kewajibannya. Kehidupan keluarga yang harmonis terdapat corak kehidupan
surgawi. Dalam keluarga semacam inilah rahmat ilahi tercurah. Rumah tangga
mereka merupakan pusat pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai kemanusiaan.
Anak-anak dari keluarga ini akan menebarkan rasa kasih sayang juga. Kehidupan
rumah tangga dijadikan ajang untuk meraih kesempurnaan, dengan ketentraman
keluarganya mereka berusaha mendekatkan diri kepada Allah, dan jalan yang
mereka tempuh adalah jalan Allah, akhirnya hasil jerih payah mereka adalah
kebahagiaan
Kasih sayang yang tertanam dalam
hati dan menjadi kelembutan dalam sikap, tindakan dan ucapan akan memberikan
hamba tersebut ketenangan kalbu. Karenanya pasangan yang tingkah lakunya lembut
akan mendapatkan banyak kebahagiaan dalam kehidupannya.
Cinta akan berakar pada temperamen yang lembut pada siapapun yang dicintai. Begitu pula dalam keluarga, jika suami mempu besikap lembut pada istrinya, terhadap anaknya, terhadap manyarakat, maka suasana akan dirasa nyaman, keluarga menjadi harmonis, punya banyak teman, disukai dan dihormati oleh masyarakat menjdi tuntunan bukan menjadi tontonan. (Byaz)
Cinta akan berakar pada temperamen yang lembut pada siapapun yang dicintai. Begitu pula dalam keluarga, jika suami mempu besikap lembut pada istrinya, terhadap anaknya, terhadap manyarakat, maka suasana akan dirasa nyaman, keluarga menjadi harmonis, punya banyak teman, disukai dan dihormati oleh masyarakat menjdi tuntunan bukan menjadi tontonan. (Byaz)
Label:
regional
10.00
Menatap Masa Depan Gemilang Media Di Indonesia
Written By Byaz.As on Rabu, 04 Juni 2014 | 10.00
Suryajagad.Com Jakarta
- Pasca tragedi reformasi 1998, ada dua hal yang kita bisa lihat dalam
perjalanan media di Indonesia, yakni datangnya kebebasan pers hasil reformasi
prodemokrasi dan berlangsungnya revolusi teknologi informasi. Pada saat yang
bersamaan, kehadiran media informasi dan komunikasi serba teknologi tersebut
justru tidak mematikan informasi dan komunikasi tatap muka lewat forum-forum
tradisional, bahkan kabar-kabur juga riuh diperbincangkan di pasar, ruang
ibadah, dan pertemuan-pertemua yang sejenis. Dalam perspektif status sebagai eksistensi masayarakat (medium is the extension
of man) dan dalam perspektif struktural-masyarakat sebagai sistem dan media
sebagai subsistem-media diharapkan dapat menjamin kesinambungan, ketertiban,
integrasi, motivasi, trendsetter, dan respons terhadap kemungkinan-kemungkinan
baru. Sehingga wajar jika kemudian media oleh banyak kalangan termasuk
kekuasaan disebutkan bawah media adalah watchdog dan pendamping masyarakat
menghadapi perubahan yang serba cepat. Di sini fungsi media begitu sangat
strategis. Bahkan tidak sedikit yang menggunkan media sebagai sarana membangun
citra dan menjaga sentrum dan episentrum kekuasaan.
Hadirnya kebebesan pers dan revolusi teknologi menujukkan betapa besarnya peranan media dan keleluasaannya dalam mewujudkan integrasi atau bahkan sebaliknya memicu dan menyuburkan disintegrasi sosial. Sebagai subsistem masyarakat, di mana media menjadi subsistem yang terbuka, setidaknya dampak publikasi media langsung sampai kepada masyarakat. Dan berpotensi menggiring satu cara pandang dan bertindak dalam masyarakat itu sendiri.
Namun di balik potret strategis tersebut ternyata perjalanan media tidak sepenuhnya mulus. Perlahan tapi pasti menuai pelbagai masalah. Masalah media terus datang silih berganti seakan-akan bak samudera yang tak bertepi. Masalah tersebut berakar dari internal dan eksternal dari media itu sendiri antara lain:
Pertama, persoalan profesionalitas. Tradisi jurnalisme kontemporer mengajarkan bahwa seorang jurnalis atau seorang wartawan yang profesional selayaknya menempatkan diri sebagai kalangan yang netral, objektif, tidak berpihak dan berjarak dengan peristiwa yang diberitakan.
Namun, ketika prinsip-prinsip tersebut terangkat menjadi semacam ‘kredo suci’ yang diterjemahkan mentah-mentah tanpa mempedulikan filsafat di belakang kelahirannya, yang dilahirkan justru barisan wartawan yang berjarak dari peran sebagai agen perubahan sosial. Ia seolah-olah hanya berkewajiban menyajikan gambar tentang apa yang terjadi. Tidak memotret nilai-nilai krusial yang sangat penting diketahui oleh publik.
Setidaknya pandangan bahwa jurnalis hanya memberitakan sesuatu yang terjadi adalah bentuk miskonsepsi. Kebenaran tak bisa disempitkan sebagai sekedar sesuatu yang secara objektif terjadi. Ketika media hanya menyajikan informasi apa adanya secara objektif tanpa melihat sesuatu yang jauh lebih penting dari persoalan yang disajikan menjadi sedikit sumir .
Hadirnya kebebesan pers dan revolusi teknologi menujukkan betapa besarnya peranan media dan keleluasaannya dalam mewujudkan integrasi atau bahkan sebaliknya memicu dan menyuburkan disintegrasi sosial. Sebagai subsistem masyarakat, di mana media menjadi subsistem yang terbuka, setidaknya dampak publikasi media langsung sampai kepada masyarakat. Dan berpotensi menggiring satu cara pandang dan bertindak dalam masyarakat itu sendiri.
Namun di balik potret strategis tersebut ternyata perjalanan media tidak sepenuhnya mulus. Perlahan tapi pasti menuai pelbagai masalah. Masalah media terus datang silih berganti seakan-akan bak samudera yang tak bertepi. Masalah tersebut berakar dari internal dan eksternal dari media itu sendiri antara lain:
Pertama, persoalan profesionalitas. Tradisi jurnalisme kontemporer mengajarkan bahwa seorang jurnalis atau seorang wartawan yang profesional selayaknya menempatkan diri sebagai kalangan yang netral, objektif, tidak berpihak dan berjarak dengan peristiwa yang diberitakan.
Namun, ketika prinsip-prinsip tersebut terangkat menjadi semacam ‘kredo suci’ yang diterjemahkan mentah-mentah tanpa mempedulikan filsafat di belakang kelahirannya, yang dilahirkan justru barisan wartawan yang berjarak dari peran sebagai agen perubahan sosial. Ia seolah-olah hanya berkewajiban menyajikan gambar tentang apa yang terjadi. Tidak memotret nilai-nilai krusial yang sangat penting diketahui oleh publik.
Setidaknya pandangan bahwa jurnalis hanya memberitakan sesuatu yang terjadi adalah bentuk miskonsepsi. Kebenaran tak bisa disempitkan sebagai sekedar sesuatu yang secara objektif terjadi. Ketika media hanya menyajikan informasi apa adanya secara objektif tanpa melihat sesuatu yang jauh lebih penting dari persoalan yang disajikan menjadi sedikit sumir .
Kedua,
problem rutinitas media. Media hari ini hidup dalam kompetisi yang sangat
ketat. Pertumbuhan media yang sangat besar menciptakan pergesekan yang cukup
akut. Tekanan kompetisi ini mendorong para pengambil keputusan di ruang-ruang
redaksi bekerja dengan naluri kesegeraan yang tinggi.
Sehingga akibat praktis yang kemudian muncul ke dalam laporan menjadi sulit untuk diwujudkan sebab ekspektasi selalu berujung pada informasi yang lebih dulu sampai, bukan siapa yang paling kuat dan berkualitas. Pola penyajian cepat pada gilirannya mengkodisikan khalayak untuk terbius dengan informasi yang ringkas dan cepat dikonsumsi, sehingga yang tampil di media adalah rangkaian peristiwa yang terpisah-pisah tanpa memiliki konteks makro yang dapat menjelaskan hubungan antar peristiwa tersebut.
Ketiga, ancaman terhadap kekerasan pelaku media masih seringkali menjadi puncak gunung es. Wartawan sebagai bagian peting dari proses kerja jurnalistik, acapkali menuai teror dan ancaman dari pelbagai pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kasus Didik Herwanto fotografer Riau Pos pada beberapa waktu lalu setidaknya menjadi bukti nyata bagaimana wartawan acapkali menjadi korban intimidasi dan kekerasan yang meresahkan. Pers yang semestinya di letakkan dalam kerangka yang terhormat dan dilindungi, pada titik klimaksnya terus menjadi sasaran empuk para pemangku kepentingan yang tidak bertanggung jawab.
Perlindungan terhadap para pekerja jurnalistik, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi paling tidak konsistensi dan pemberian sanksi yang sebesar-besarnya bagi pelaku kejahatan media tetapa harus digalakkan. Sehingga kelak tumbuh iklim media yang sejuk dan mendorong terhadap lahirnya semangat dalam menjaga NKRI dan demokrasi nasional yang kuat.
Ketiga problem di atas senantiasa menjadi luka yang nyata bagi masa depan pers di republik ini. Ketiganya menjadi arus besar yang akan menghantam diaspora media hari ini. Tentu problem ini bukan problem sederhana sebab problem media sejatinya merupakan problem demokrasi yang universal. Mengapa demikian? sebab kematian demokratisasi media adalah awal dari kematian demokrasi nasional.
Pada titik ini, tantangan yang dihadapi media di Indonesia adalah bagaimana persoalan minus profesionalitas, kontestasi yang ketat, kekerasan terhadap pers dan sejenisnya mampu dinetralisir sedemikian rupa. Sebab, jika ini dibiarkan terus berlanjut dan tanpa ada penanganan yang konprehensif dari pemerintah, pelaku media dan lembaga-lembaga independen maka haluan wajah elok media yang bermartabat akan sulit untuk diwujudkan. Sehingga ancaman atas hadirnya media buruk rupa dimungkinkan benar-benar menjadi sesuatu yang nyata.
Dengan kata lain, ke depan, pemerintah harus tetap memberikan regulasi yang utuh terkait kebebasan pers, sementara industri media bertanggung jawab memformulasikan konten berita yang benar-benar mencerahkan bagi publik. Konten berita yang tidak saja memperhatikan ‘selera’ tetapi juga kepentingan pengetahuan jangka panjang terutama bagi khalayak kaum muda.
Kemudian pada saat yang bersamaan, lembaga-lembaga swadaya masayarakat dituntut terus memberikan kontribusi berupa pengawalan dan memberikan pendidikan literasi media bagi seluruh khalayak umum. Sehingga persoalan media dari hulu hingga hilir mampu dientaskan secara komprehensif, tidak parsial dan pertikular. Karena semua elemen duduk bersama dan tidak saling memunggungi apalagi saling mengintimidasi. ( Sumber http://news.detik.com/read/2014/06/03/173658/2598745/103/menatap-masa-depan-gemilang-media-di-indonesia )
Sehingga akibat praktis yang kemudian muncul ke dalam laporan menjadi sulit untuk diwujudkan sebab ekspektasi selalu berujung pada informasi yang lebih dulu sampai, bukan siapa yang paling kuat dan berkualitas. Pola penyajian cepat pada gilirannya mengkodisikan khalayak untuk terbius dengan informasi yang ringkas dan cepat dikonsumsi, sehingga yang tampil di media adalah rangkaian peristiwa yang terpisah-pisah tanpa memiliki konteks makro yang dapat menjelaskan hubungan antar peristiwa tersebut.
Ketiga, ancaman terhadap kekerasan pelaku media masih seringkali menjadi puncak gunung es. Wartawan sebagai bagian peting dari proses kerja jurnalistik, acapkali menuai teror dan ancaman dari pelbagai pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kasus Didik Herwanto fotografer Riau Pos pada beberapa waktu lalu setidaknya menjadi bukti nyata bagaimana wartawan acapkali menjadi korban intimidasi dan kekerasan yang meresahkan. Pers yang semestinya di letakkan dalam kerangka yang terhormat dan dilindungi, pada titik klimaksnya terus menjadi sasaran empuk para pemangku kepentingan yang tidak bertanggung jawab.
Perlindungan terhadap para pekerja jurnalistik, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi paling tidak konsistensi dan pemberian sanksi yang sebesar-besarnya bagi pelaku kejahatan media tetapa harus digalakkan. Sehingga kelak tumbuh iklim media yang sejuk dan mendorong terhadap lahirnya semangat dalam menjaga NKRI dan demokrasi nasional yang kuat.
Ketiga problem di atas senantiasa menjadi luka yang nyata bagi masa depan pers di republik ini. Ketiganya menjadi arus besar yang akan menghantam diaspora media hari ini. Tentu problem ini bukan problem sederhana sebab problem media sejatinya merupakan problem demokrasi yang universal. Mengapa demikian? sebab kematian demokratisasi media adalah awal dari kematian demokrasi nasional.
Pada titik ini, tantangan yang dihadapi media di Indonesia adalah bagaimana persoalan minus profesionalitas, kontestasi yang ketat, kekerasan terhadap pers dan sejenisnya mampu dinetralisir sedemikian rupa. Sebab, jika ini dibiarkan terus berlanjut dan tanpa ada penanganan yang konprehensif dari pemerintah, pelaku media dan lembaga-lembaga independen maka haluan wajah elok media yang bermartabat akan sulit untuk diwujudkan. Sehingga ancaman atas hadirnya media buruk rupa dimungkinkan benar-benar menjadi sesuatu yang nyata.
Dengan kata lain, ke depan, pemerintah harus tetap memberikan regulasi yang utuh terkait kebebasan pers, sementara industri media bertanggung jawab memformulasikan konten berita yang benar-benar mencerahkan bagi publik. Konten berita yang tidak saja memperhatikan ‘selera’ tetapi juga kepentingan pengetahuan jangka panjang terutama bagi khalayak kaum muda.
Kemudian pada saat yang bersamaan, lembaga-lembaga swadaya masayarakat dituntut terus memberikan kontribusi berupa pengawalan dan memberikan pendidikan literasi media bagi seluruh khalayak umum. Sehingga persoalan media dari hulu hingga hilir mampu dientaskan secara komprehensif, tidak parsial dan pertikular. Karena semua elemen duduk bersama dan tidak saling memunggungi apalagi saling mengintimidasi. ( Sumber http://news.detik.com/read/2014/06/03/173658/2598745/103/menatap-masa-depan-gemilang-media-di-indonesia )
Label:
politik
04.28
Rumjase Santuni Penderita Gizi Buruk
Written By Byaz.As on Senin, 02 Juni 2014 | 04.28
Suryajagad.Net – Jawahirul Arif Mustofa (3) harus mengalami nasib
yang kurang beruntung, balita tersebut diduga menderita gizi buruk. Kondisi
anak dari pasangan Masrukhin (31) dan Ghorotul Fitriah (27) warga Dusun
Klampisan Desa Munggut Padas Ngawi sangat memperihatinkan. Usia 3 tahun balita
tersebut hanya tergolek dan kemana-mana masih selalu dalam gendongan ibunya.
Menurut penjelasan dari Ghorotul Fitriah ibu balita tersebut Senin (02/06/2014)
ke media suryajagad.net bersama Perwakilan Rumjase Hongkong peduli saat menyambangi
kediamannya untuk memberikan santuanan, bahwasanya saat lahir kandungan baru
usia 7 bulan berat badan bayinya hanya 2.3 kg dan kondisi bibir sumbing.
“ Saat melahirkan usia kandungan saya baru 7 bulan dan berat
badan anak 2,3 kg nga sudah berusaha untuk namun yang membuat kaget kondisi
bibir sumbing ,” jelasnya.
Ditambahkan, pada usia menginjak
satu tahun ada program operasi gratis di Klaten dan saya bawa kesana, namun
operasinya baru bibir untuk rahang belum bisa di operasi, semenjak itu sampai
saat sekarang kondisi pertumbuhan anak sangat lambat, usia 3 tahun belum bisa
apa-apa, kami sekeluarga sudah berusaha untuk berobat namun masih tahap ke
alternatif sebenarnya ingin membawa ke Dokter ahli saraf namun tidak punya
biaya,” ungkap ibu balita tersebut.
Gizi buruk merupakan suatu
keadaan yang dialami seseorang karena kurangnya asupan nutrisi atau jumlah
nutrisi yang ada masih dibawah standar. Beberapa nutrisi yang dimaksud seperti
karbohidrat, protein serta kalori. Salah satu masalah gizi yang paling utama
dan paling sering dialami balita adalah kekurangan energi protein.
Masalah ekonomi yang rendah
merupakan salah satu faktor yang sangat dominan dialami oleh banyak keluarga.
Dalam mencukupi kebutuhan gizi anak banyak orangtua yang merasa kesulitan,
penyebabnya adalah keadaan ekonomi yang lemah, penghasilan dari pekerjaan
kurang mencukupi dan harga dari bahan makanan yang mahal. Padahal, masa kritis
gizi buruk yang dialami anak terjadi pada usia antara 1 sampai 3 tahun . (Byaz)
06.00
Gadis Warga Kedungprahu 15 Tahun Terbaring Kaku
Written By Byaz.As on Sabtu, 31 Mei 2014 | 06.00
Suryajagad.Com – Lilik (15) harus mengalami nasib kurang beruntung,
semenjak usia 7 bulan harus kehilangan Ibu kandung.
Suyati ibunda dari Lilik wafat pada saat lilik belum genap usia 1 tahun dan dia harus dirawat oleh sang nenek.
Sementara itu ayah kandung Lilik tidak ada kepedulian untuk merawat karena kondisi dari Lilik lahir kurang sempurna. Untuk merawat dan membesarkan cucunya, Kariyem (53) warga Dusun Muguh Raya Desa Kedungprahu Kecamatan Padas tersebut harus banting tulang demi mendapatkan sesuap nasi , terkadang juga mendapat belas kasihan dari tetangga.
Sementara itu ayah kandung Lilik tidak ada kepedulian untuk merawat karena kondisi dari Lilik lahir kurang sempurna. Untuk merawat dan membesarkan cucunya, Kariyem (53) warga Dusun Muguh Raya Desa Kedungprahu Kecamatan Padas tersebut harus banting tulang demi mendapatkan sesuap nasi , terkadang juga mendapat belas kasihan dari tetangga.
Derita Lilik tersebut berawal
dari usia 1 tahun mengalami panas tinggi, karena keterbatasan biaya nenek tersebut tak mampu membawa berobat ke Rumah sakit hanya dirawat di rumah.
Kondisi dari Lilik dari usia 1 tahun hingga sekarang usia 15 tahun sangat memperihatinkan, seluruh anggota badanya lumpuh total, kesehariannya hanya terbaring tidak berdaya di ranjang reot neneknya sambil mengunyah tempe mentah.
Kondisi dari Lilik dari usia 1 tahun hingga sekarang usia 15 tahun sangat memperihatinkan, seluruh anggota badanya lumpuh total, kesehariannya hanya terbaring tidak berdaya di ranjang reot neneknya sambil mengunyah tempe mentah.
“ Sudah 15 tahun cucuku harus
mengalami nasib begini,terbaring dan saya tidak bisa meninggalkannya, untuk
kebutuhan hidup diberi oleh tetangga sekitar dan agar lidahnya menjulur saya
beri tempe mentah untuk di emut,” jelas nenek tersebut.
Ditambahkan, Ayah kandungnya
sudah lama tidak pernah datang untuk menjeguk maupun mencukupi kebutuhan
anaknya, mungkin malu melihat kondisi anaknya yang lahir dan tumbuh tidak
normal layaknya anak-anak lainnya, sering saya menangis bila melihat kondisi Lilik,
jika saya nanti dipanggil oleh yang maha kuasa siapa yang akan merawat cucu
saya ini , “ ungkapnya.
Saat media ini bersama dengan
perwakilan Rumjase Hong Kong peduli menyambangi dan memberikan bantuan untuk
Lilik (30/05/2014) ada pemandangan yang sangat membuat merinding seluruh badan.
Ketika perwakilan Rumjase memberikan susu kotak kesukaan Lilik , tiba-tiba
gadis tersebut berucap meskipun dengan suara terbata-bata.
“ Adike paringi susune , aku
pingin tumbas baju anyar ( adike di bagi susunya, akau ingin beli pakaian baru)
ujar Lilik sambil tersenyum.
Sontak semua yang hadir
meneteskan airmata, rasa peduli dan berbagi tumbuh dalam hatinya meskipun
dengan keterbatasan seluruh anggota badannya. (Byaz)
SILAHKAN LIHAT TAYANGAN LIVE UNTUK KONDISI GADIS YANG SELAMA 15 TAHUN
TERBARING TIDAK BERDAYA NAMUN BERHATI MULIA ( KLIK DI SINI )